"Your beliefs become your thoughts, Your thoughts become your words, Your words become your actions, Your actions become your habits, Your habits become your values, Your values become your destiny.”
― Mahatma Gandhi

pelarian diri #20

Sabtu, 22 Juni 2013

Laras panjang teracung tepat di kepalaku, membuat jantungku berdetak lebih cepat, berhasil mematikan seluruh otot-oto tulangku. Sekarang keadaanya berbalik 180 derajat, kuda-kuda yang kupasang tadi tak berhasil kabur dari kegesitan mereka. Aku tersungkur terjatuh berdebam, dengan wajah yang sudah tak berbentuk, bajuku lusuh jauh dari kerapian tadi pagi saat pertama kali aku keluar dari rumahku.
ini kali pertamaku saat aku di todong, untuk menyerahkan uang dengan jumlah yang banyak, aku tidak berpikir bahwa hari ini akan menjadi seperti ini. Awalnya aku berusaha lari tapi.., kaki terjerabab oleh semak semak, dan sekarang aku berada dalam posisi yang mematikan.

Okke, ini tidak akan terjadi kalau saja aku tak pergi ke bank sendirian, sebelum aku pergi mengambil uang untuk membeli sebuah mobil impianku, adikku sudah berpesan, ka , jangan buru-buru untuk membeli kita tunggu saja ka guntur untuk menemani kaka mengambil uang di bank dan membeli mobil, di luar sana kita tidak tau apa yang ada di dalam hati mereka, mungkin awalnya ingin membantu tapi ujungnya tidak ada yang tau.

Nasib, sungguh malang nasibku, percuma berandai-andai seharusnya aku menurut kata adik perempuanku, sekarang?

Bukan hanya uang yang mereka inginkan, tapi nyawaku, aku tak tau apa pasalnya mereka melakukan ini padaku, ku ingat tak ada salah yang berarti dalam hidupku, sehingga seseorang ingin mengambil nyawaku. Aku terus di seret seperti karung beras untuk di bawa ketempat yang aman, mungkin agar jasadku tak tercium baunya, aku tentu tidak pasrah, tubuhku, ku goyangkan sekuat tenaga mencoba melepaskan ikat talinya. Hah, sepertinya percuma, dalam nalar mana mungkin orang yang sedang terikat di geret kasar oleh dua orang dengan body yang besar, sisipek.

Aku mulai berpikir jika mereka tak bisa di kalahkan dengan otot mungkin mereka bisa aku kalahkan dengan otakku. Ting !

“kaka darimana saja, aku ngawatir kaka kenapa napa, kaa bajunya ko kaya gini, muka kaka juga kusam, mana mobilnya ka, ko kaka pulang dengan keadaan seperti ini?”
aku membiarkan adikku bertanya, membiarkan pertanyaan itu selesai, lalu aku baru menjawabnya dengan nada yang santai.... Continued

0 komentar: